Kamis, 18 Februari 2016

Menjahit = Belajar Kehidupan



Jika dikaitkan dengan kehidupan, menjahit dan segala kerumitan prosesnya memberi saya banyak sekali pelajaran. Menjahit pakaian, dari mulai pengukuran sampai pakaian siap dipakai, bukanlah proses yang sebentar. Setiap detail dari tahapan-tahapannya saling memengaruhi. Artinya, jika salah di tahap satu, jelas tahap selanjutnya tidak akan sempurna. Berikut ini beberapa pelajaran dalam menjahit yang cukup “menampar” diri saya
Pertama, Membuat Pola
Hal pertama yang dilakukan seorang penjahit setelah mengukur adalah membuat pola pakaian. Pola yang baik akan menghasilkan baju yang baik. Pola bisa dikatakan sebagai bagian vital sebelum jahit menjahit mulai dilakukan. Tanpa pola, tidak akan ada baju yang diharapkan. Dalam hidup, pola ibarat rancangan dan rencana yang disiapkan dengan matang. Sementara saya termasuk orang yang kurang senang membuat rencana (hahahay). Dari menjahit, saya belajar bahwa segala hal memang harus dipersiapkan, dipersiapkan. Paling tidak, pola dasarnya. Yap, setiap ukuran perlu dibuat pola dasar terlebih dahulu. Dari pola dasar inilah pola dapat dikembangkan menjadi kemeja, blus, gamis, bahkan gaun pesta. Intinya, pola atau rencana itu penting!
Menyepelekan Ukuran
Tanpa bermaksud mengutip slogan sebuah rokok yang berbunyi “ukuran itu penting”, dalam menjahit hal itu memang sangat dibenarkan. Untuk membuat pola, penjahit perlu menerapkan rumus untuk membentuk pinggang, panggul, atau kerah. Rumusnya memang tak serumit logaritma, namun cukup mengerutkan dahi. Misalnya, untuk menentukan panjang bagian pinggang pada pola bagian depan digunakan rumus  x lingkar pinggang + 3 (jika akan diberi kupnot) + 1. Kadang, jika ukuran yang didapat tidak bisa dibagi empat, penjahit suka mengurangi atau melebihi agar memudahkan perhitungan. Melebihi boleh, mengurangi sebaiknya jangan deh ya hehe. Hal serupa berlaku ketika memotong bahan, ukuran yang disepelekan seringkali berubah menjadi masalah besar ketika sudah memasuki proses menjahit. Dari sini saya belajar untuk tidak menyepelekan hal-hal kecil dalam hidup!
Kurang Rapi Sedikit Gak Papa Lah Ya!
Tingkat kerapian menjahit saya berbanding lurus dengan suasana hati alias mood. Kalau mood-nya baik, insya Allah jahitannya bagus dan cepat selesai. Tapi kalau lagi “kumat”, mending gak usah deket-deket mesin, deh. Hehehe. Menjahit sangat diperlukan perfeksionisitas, jika terbiasa “mengampuni” ketidakrapian selamanya kita tidak akan pernah bisa belajar. Begitu kira-kira yang disampaikan instruktur di tempat kursus. Meski mengiyakan, saya masih sering alpa dari kesempurnaan. Kadang, karena lelah, saya memutuskan untuk puas dengan jahitan yang ala kadarnya. Alasannya, untuk dipake sendiri ini, buruk sekali! Tapi segala hal memang butuh proses, termasuk untuk meningkatkan awas diri dan memperketat asas “mengampuni” diri sendiri.
Mendedel, Mengurai Keadaan
Hal paling menyebalkan dalam menjahit adalah mendedel. Apa itu mendedel? Mendedel adalah proses mengurai kembali benang yang telah dijahit karena kesalahan. Simpelnya, mendedel itu seperti menghapus apa yang telah kita tulis. Namun, mendedel menjadi begitu menyesakkan ketika telah melalui serangkaian tahapan menjahit yang tersadar salah dan harus didedel dari awal. Mendedel artinya siap mengulangi “perjuangan” sekali lagi padahal mendedelnya sendiri juga sudah termasuk perjuangan. Hati-hati dan teliti menjadi kunci agar tidak berhadapan dengan pendedel (alat yang dipakai untuk mendedel). Sedihnya, dua kata itu, hati-hati dan teliti, merupakan kata-kata yang tidak terlalu dekat dengan hidup saya. Well, saya belajar keras dalam hal ini. Semenjak kursus, saya sepertinya sedikit demi sedikit mulai memerhatikan hal-hal kecil dan mendetail di kehidupan saya. 

Pada intinya, kita bisa belajar dari setiap keadaan di sekitar kita. Belajar itu menyenangkan, tetapi lebih menyenangkan jika kita bisa membagikan ilmu kita. Semoga dengan belajar menjahit, saya bisa menjadi pribadi yang lebih baik, ya, Bloggy (entah dari mana korelasinya) :)) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar