Jika dikaitkan dengan
kehidupan, menjahit dan segala kerumitan prosesnya memberi saya banyak sekali
pelajaran. Menjahit pakaian, dari mulai pengukuran sampai pakaian siap dipakai,
bukanlah proses yang sebentar. Setiap detail dari tahapan-tahapannya saling
memengaruhi. Artinya, jika salah di tahap satu, jelas tahap selanjutnya tidak
akan sempurna. Berikut ini beberapa pelajaran dalam menjahit yang cukup “menampar”
diri saya
Pertama, Membuat Pola
Hal pertama yang
dilakukan seorang penjahit setelah mengukur adalah membuat pola pakaian. Pola yang
baik akan menghasilkan baju yang baik. Pola bisa dikatakan sebagai bagian vital
sebelum jahit menjahit mulai dilakukan. Tanpa pola, tidak akan ada baju yang
diharapkan. Dalam hidup, pola ibarat rancangan dan rencana yang disiapkan
dengan matang. Sementara saya termasuk orang yang kurang senang membuat rencana
(hahahay). Dari menjahit, saya belajar bahwa segala hal memang harus
dipersiapkan, dipersiapkan. Paling tidak, pola dasarnya. Yap, setiap ukuran
perlu dibuat pola dasar terlebih dahulu. Dari pola dasar inilah pola dapat
dikembangkan menjadi kemeja, blus, gamis, bahkan gaun pesta. Intinya, pola atau
rencana itu penting!
Menyepelekan Ukuran
Tanpa bermaksud mengutip
slogan sebuah rokok yang berbunyi “ukuran itu penting”, dalam menjahit hal itu
memang sangat dibenarkan. Untuk membuat pola, penjahit perlu menerapkan rumus
untuk membentuk pinggang, panggul, atau kerah. Rumusnya memang tak serumit
logaritma, namun cukup mengerutkan dahi. Misalnya, untuk menentukan panjang
bagian pinggang pada pola bagian depan digunakan rumus x lingkar pinggang + 3 (jika akan diberi
kupnot) + 1. Kadang, jika ukuran yang didapat tidak bisa dibagi empat, penjahit
suka mengurangi atau melebihi agar memudahkan perhitungan. Melebihi boleh, mengurangi
sebaiknya jangan deh ya hehe. Hal serupa berlaku ketika memotong bahan, ukuran
yang disepelekan seringkali berubah menjadi masalah besar ketika sudah memasuki
proses menjahit. Dari sini saya belajar untuk tidak menyepelekan hal-hal kecil
dalam hidup!
Kurang
Rapi Sedikit Gak Papa Lah Ya!
Tingkat kerapian
menjahit saya berbanding lurus dengan suasana hati alias mood. Kalau mood-nya
baik, insya Allah jahitannya bagus dan cepat selesai. Tapi kalau lagi “kumat”,
mending gak usah deket-deket mesin, deh. Hehehe. Menjahit sangat diperlukan
perfeksionisitas, jika terbiasa “mengampuni” ketidakrapian selamanya kita tidak
akan pernah bisa belajar. Begitu kira-kira yang disampaikan instruktur di
tempat kursus. Meski mengiyakan, saya masih sering alpa dari kesempurnaan. Kadang,
karena lelah, saya memutuskan untuk puas dengan jahitan yang ala kadarnya. Alasannya,
untuk dipake sendiri ini, buruk sekali! Tapi segala hal memang butuh
proses, termasuk untuk meningkatkan awas diri dan memperketat asas “mengampuni”
diri sendiri.
Mendedel,
Mengurai Keadaan
Hal paling menyebalkan
dalam menjahit adalah mendedel. Apa itu mendedel? Mendedel adalah proses
mengurai kembali benang yang telah dijahit karena kesalahan. Simpelnya,
mendedel itu seperti menghapus apa yang telah kita tulis. Namun, mendedel
menjadi begitu menyesakkan ketika telah melalui serangkaian tahapan menjahit
yang tersadar salah dan harus didedel dari awal. Mendedel artinya siap
mengulangi “perjuangan” sekali lagi padahal mendedelnya sendiri juga sudah
termasuk perjuangan. Hati-hati dan teliti menjadi kunci agar tidak berhadapan
dengan pendedel (alat yang dipakai untuk mendedel). Sedihnya, dua kata itu,
hati-hati dan teliti, merupakan kata-kata yang tidak terlalu dekat dengan hidup
saya. Well, saya belajar keras dalam hal ini. Semenjak kursus, saya
sepertinya sedikit demi sedikit mulai memerhatikan hal-hal kecil dan mendetail
di kehidupan saya.
Pada intinya, kita bisa belajar dari setiap keadaan di sekitar kita. Belajar itu menyenangkan, tetapi lebih menyenangkan jika kita bisa membagikan ilmu kita. Semoga dengan belajar menjahit, saya bisa menjadi pribadi yang lebih baik, ya, Bloggy (entah dari mana korelasinya) :))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar