Sabtu, 27 Februari 2016

Kapur Jahit: Sebuah Penanda

Kita butuh jalan setapak untuk berjalan. Kita butuh rasa lapar untuk mulai mencari makanan. Kita butuh azan untuk segera menunaikan salat. Kita butuh aturan agar segala hal berjalan dengan kenyamanan. Kita butuh agama supaya hidup damai sentausa.
Yap, kita butuh penanda sebagai dasar melakukan sesuatu. Dalam ilmu bahasa pun sudah disebutkan bahwa segalanya berawal dari simbol, tanda.
Di dunia jahit menjahit, saya bertemu dengan si warna warni kapur jahit. Sebagaimana guna kapur pada umumnya, kapur jahit pun berguna sebagai penanda. Memberikan garis batasan dalam menjahit atau menggunting kain.
Setelah pola ditempelkan pada kain, butuh dilebihkan 1,5 cm sebelum kain digunting. Lebihan itu untuk jahitan. Di sanalah kapur jahit biasa berperan. Sekilas, perannya memang terlampau kecil. Tak diberi kapur pun tak masalah, masih bisa dikira-kira.

Namun, seperti hal kecil pada persoalan lain, tanpa kapur atau alat penanda lainnya, penjahit bisa dibuat galau setengah mati. Ini serius ^^

Ini dia penampakan kapur jahit, lucu, yah. Harganya sekitar 3.500-an di toko alat-alat jahit :)


NB: gambar diambil dari Google

Jumat, 26 Februari 2016

Jarum: Ujungnya Tajam, Pangkalnya Berlubang

Seperti anak-anak, saya senang bermain tebak-tebakan. Salah satu tebakan kesukaan saya jika sedang bermain bersama teman-teman di Tegal adalah
"Pucuke lancip, bongkote bolong, diwalik mod. Apa?"
"Ujungnya lancip, pangkalnya berlubang, dibalik mod (lembut), apa?"
Jawabannya adalah DOM atau jarum. Seperti yang kita tahu, jarum itu berujung lancip dan pangkalnya berlubang. Tebakan ini tidak bisa diberikan dalam bahasa Indonesia karena berdasarkan susunan katanya DOM (jarum dalam bahasa Tegal) kalau dibalik jadi MOD hehehe.
Anyway, setelah belajar menjahit saya jadi tahu kalau ternyata ada lho, jarum yang gak seperti definisi di atas. Yap, jarum mesin jahit!
Jarum mesin jahit itu berbeda dengan jarum tangan yang biasa kita pakai. Jarum mesin jahit memiliki ujung lancip sekaligus berlubang, jadi lubang benang ya di ujung yang lancip itu, Bloggy. Lucu, ya ;)

Oh ya, ini gambar jarum jahit tangan biasa...
Kalau yang ini gambar jarum jahit mesin


Note: gambar diambil dari mesin pencari Google

Jumat, 19 Februari 2016

Jahitan Pertamaku




Setelah berkutat dengan pola selama dua minggu, di minggu ketiga saya mulai “bermain” dengan kain. Yaps, sudah saatnya memotong bahan untuk menjahit baju pertama. Bagi pemula, hal pertama yang harus dibuat adalah blus sederhana tanpa kerah. Goal pelajaran tersebut memang baru sampai bisa memasang lengan dengan baik, belum sampai memasang kerah, apalagi berbagai kombinasi.
Semua proses alhamdulillah dapat saya lalui dengan baik. Akan tetapi, ketika blus sudah selesai dijahit—tinggal dicoba—ternyata ukurannya sempit di badan, hanya ngepas saja, tidak longgar. Huhuhu.
Saya pun berpikir keras, apa yang salah, ya? Saya sudah mengikuti instruksi dengan baik kok. Ketika diskusi dengan instruktur pun, tidak ada masalah dalam prosesnya. Hm, hm, hm. Akhirnya, saya menyempitkan bagian kancing—yang seharusnya dilipat 4 cm, saya hanya lipat 2 cm—sehingga blus pertama pun bisa dipakai.
Belakangan, setelah praktik beberapa kali, saya baru menyadari kesalahan saya. Ternyata, saya salah dalam memotong bahan! Meskipun ukuran dalam pola sudah dilebihkan untuk kancing, saat memotong bahan ternyata perlu dilebihkan lagi. Huah! Sekarang saya jadi lebih saksama dalam memperhatikan instrukur! Sama hati-hati memotong, cek cek cek! Yeah.
Tahu, gak, Bloggy. Menemukan kesalahan itu rasanya bahagia sekali!

Kamis, 18 Februari 2016

Menjahit = Belajar Kehidupan



Jika dikaitkan dengan kehidupan, menjahit dan segala kerumitan prosesnya memberi saya banyak sekali pelajaran. Menjahit pakaian, dari mulai pengukuran sampai pakaian siap dipakai, bukanlah proses yang sebentar. Setiap detail dari tahapan-tahapannya saling memengaruhi. Artinya, jika salah di tahap satu, jelas tahap selanjutnya tidak akan sempurna. Berikut ini beberapa pelajaran dalam menjahit yang cukup “menampar” diri saya
Pertama, Membuat Pola
Hal pertama yang dilakukan seorang penjahit setelah mengukur adalah membuat pola pakaian. Pola yang baik akan menghasilkan baju yang baik. Pola bisa dikatakan sebagai bagian vital sebelum jahit menjahit mulai dilakukan. Tanpa pola, tidak akan ada baju yang diharapkan. Dalam hidup, pola ibarat rancangan dan rencana yang disiapkan dengan matang. Sementara saya termasuk orang yang kurang senang membuat rencana (hahahay). Dari menjahit, saya belajar bahwa segala hal memang harus dipersiapkan, dipersiapkan. Paling tidak, pola dasarnya. Yap, setiap ukuran perlu dibuat pola dasar terlebih dahulu. Dari pola dasar inilah pola dapat dikembangkan menjadi kemeja, blus, gamis, bahkan gaun pesta. Intinya, pola atau rencana itu penting!
Menyepelekan Ukuran
Tanpa bermaksud mengutip slogan sebuah rokok yang berbunyi “ukuran itu penting”, dalam menjahit hal itu memang sangat dibenarkan. Untuk membuat pola, penjahit perlu menerapkan rumus untuk membentuk pinggang, panggul, atau kerah. Rumusnya memang tak serumit logaritma, namun cukup mengerutkan dahi. Misalnya, untuk menentukan panjang bagian pinggang pada pola bagian depan digunakan rumus  x lingkar pinggang + 3 (jika akan diberi kupnot) + 1. Kadang, jika ukuran yang didapat tidak bisa dibagi empat, penjahit suka mengurangi atau melebihi agar memudahkan perhitungan. Melebihi boleh, mengurangi sebaiknya jangan deh ya hehe. Hal serupa berlaku ketika memotong bahan, ukuran yang disepelekan seringkali berubah menjadi masalah besar ketika sudah memasuki proses menjahit. Dari sini saya belajar untuk tidak menyepelekan hal-hal kecil dalam hidup!
Kurang Rapi Sedikit Gak Papa Lah Ya!
Tingkat kerapian menjahit saya berbanding lurus dengan suasana hati alias mood. Kalau mood-nya baik, insya Allah jahitannya bagus dan cepat selesai. Tapi kalau lagi “kumat”, mending gak usah deket-deket mesin, deh. Hehehe. Menjahit sangat diperlukan perfeksionisitas, jika terbiasa “mengampuni” ketidakrapian selamanya kita tidak akan pernah bisa belajar. Begitu kira-kira yang disampaikan instruktur di tempat kursus. Meski mengiyakan, saya masih sering alpa dari kesempurnaan. Kadang, karena lelah, saya memutuskan untuk puas dengan jahitan yang ala kadarnya. Alasannya, untuk dipake sendiri ini, buruk sekali! Tapi segala hal memang butuh proses, termasuk untuk meningkatkan awas diri dan memperketat asas “mengampuni” diri sendiri.
Mendedel, Mengurai Keadaan
Hal paling menyebalkan dalam menjahit adalah mendedel. Apa itu mendedel? Mendedel adalah proses mengurai kembali benang yang telah dijahit karena kesalahan. Simpelnya, mendedel itu seperti menghapus apa yang telah kita tulis. Namun, mendedel menjadi begitu menyesakkan ketika telah melalui serangkaian tahapan menjahit yang tersadar salah dan harus didedel dari awal. Mendedel artinya siap mengulangi “perjuangan” sekali lagi padahal mendedelnya sendiri juga sudah termasuk perjuangan. Hati-hati dan teliti menjadi kunci agar tidak berhadapan dengan pendedel (alat yang dipakai untuk mendedel). Sedihnya, dua kata itu, hati-hati dan teliti, merupakan kata-kata yang tidak terlalu dekat dengan hidup saya. Well, saya belajar keras dalam hal ini. Semenjak kursus, saya sepertinya sedikit demi sedikit mulai memerhatikan hal-hal kecil dan mendetail di kehidupan saya. 

Pada intinya, kita bisa belajar dari setiap keadaan di sekitar kita. Belajar itu menyenangkan, tetapi lebih menyenangkan jika kita bisa membagikan ilmu kita. Semoga dengan belajar menjahit, saya bisa menjadi pribadi yang lebih baik, ya, Bloggy (entah dari mana korelasinya) :)) 

Kursus Menjahit

Hai, Bloggy. Sejak sebulan yang lalu, saya punya aktivitas baru lho. Yaps, kursus menjahit! Hihihi. Kayaknya sudah saatnya saya memenuhi keinginan ibu yang pengen punya penerus di bidang jahit menjahit. Tahu gak, sih, ibu saya sudah menyiapkan mesin jahit buat saya sejak saya SD lho.
“Ini buat kamu kalau udah nikah nanti.” begitu katanya. Ya kali, pikir saya waktu itu.
Sejak kecil saya sudah dekat dengan mesin jahit. Ibu sengaja melepas jarum di mesin agar saya bisa bermain genjitan mesin dengan aman. Setelah saya bosan, ibu mulai memberi tantangan.
“Coba, sekarang kamu genjot tapi biar rodanya muter ke depan terus.” sebelumnya roda mesin berputar ke depan belalkang,, bolak-balik sesuka hati saya.
Setelah piawai mengendalikan laju roda supaya ke depan terus. Ibu memasang jarum di skoci lalu membolehkan saya menjahit kertas. Waktu itu, masih belum pakai benang. Jadi, dulu saya gemar sekali menjahit kertas, nanti kertasnya dipakai buat mainan tiket-tiketan. Kan bekas jahitan berupa lubang-lubang jarum yang membentuk garis bisa dengan mudah disobek. Seperti batas sobek di sini yang tertera di tiket-tiket lho. Kekeke.
Waktu SMP saya sudah dibolehkan menjahit menggunakan benang. Tapi, saya masih belum boleh memakai kain, jadi masih menjahit di atas kertas. So, semua buku tulis dan LKS saya jahitin bagian tengahnya. Jadi gak ada deh buku yang streplesnya pada lepas, semua aman karena jahitan.
Kemampuan menjahit saya berkembang setahap demi setahap. Sekarang saya alhamdulillah sudah bisa menjahit kain, tapi ya hanya sekadarnya saja.
Dulu, ibu pengen banget kursus menjahit. Pengen bisa bikin baju sendiri katanya, tapi ibu gak punya uang buat biaya kursus. Sekalinya dapat kesempatan belajar di teman yang bisa menjahit, temannya keburu menikah dan ikut suaminya ke luar pulau.
Jadi, sampai sekarang ibu belum berani motong kain. Takut salah, katanya. Tapi kalau menjahit ibu jago. Makanya, beliau seneng banget gitu waktu saya menuturkan keinginan untuk kursus menjahit. Lagian, saya kurang sibuk selama di Tegal kekeke (gaya banget dah).
Yippy, akhirnya hari ini pun tiba. Saya belajar menggambar pola. Dari pola blus dasar, rok, celana kulot, lengan, sampai kebaya. Yap, kebaya! Siapa tahu nanti bisa bikin kebaya sendiri kan buat lamaran, wkwkwk. Jadi semangat gitu belajarnya hahaha. Emang, ada yang mau ngelamar? #plak! Wkwkwk.
Oh, ya, ternyata menjahit itu super duper njelimet. Saya masih berkutat di gambar pola ya, belum motong kain. Belum masuk mesin! Untuk membuat pola ada banyak rumus yang perlu dipahami biar jahitannya rapi dan sreg di badan. Saya kembali belajar Matematika setelah sekian lama tak memedulikannya. Diperlukan imajinasi tingkat tinggi juga buat memahami setiap garis lurus dan lekuk yang ada di sana.
IMG_20151229_131758 IMG_20151229_183057

Kenalan

Hallo, Bloggy! Kaget ya, kenapa saya bisa tiba-tiba nongol di sini? Yippy, ini adalah blog khusus yang saya buat untuk merangkai kisah saya di dunia perjahitan. Jangan lupa follow, ya!
Oh, ya, Bloggy adalah sebutan untuk pembaca blog saya sebelumnya. Buat yang baru kenal sama blog ini, siap-siap saya panggil Bloggy juga ya. Kalian juga bisa lihat-lihat tulisan alay saya (kalau minat) di indyrasuci.wordpress.com. Saya juga suka mendongeng, tapi cuma sebatas hobi aja. Tulisan-tulisan dongeng saya bisa dilihat di sini dongengkaksuci.blogspot.com hihihi. Tapi, kalau mau tahu cerita dan informasi seputar jahit menjahit ya di sini saja.
Kenalan singkat aja nih, ya. Saya Suci Indyra, seorang perempuan yang dari dulu pengen banget punya buku sendiri tapi gak kesampean-kesampean, wkwkwk. Kayaknya, sih, ka
rena saya kurang fokus. Kurang ilmu juga. Huft, mohon doanya aja deh ya.
Sekarang sedang mencoba peruntungan di bidang lain hahaha. No, no, menjahit emang hobi saya dari dulu kok. Menjahit dan menulis sama-sama mengasyikkan bagi saya. Hm, bagaimana kalau saya bikin buku tentang menjahit saja? Hahaha.
Oke, balik lagi ke perkenalan ya. Saya lahir di Kota Tegal, sekolah dari SD sampai SMA di sini dan kuliah Sastra Indonesia di UI. Selesai kuliah, balik lagi ke kampung halaman tercintaaaa. Okeedeeh, segitu saja ya kenalannya. Selamat menikmati hari, Bloggy!