Kita butuh jalan setapak untuk berjalan. Kita butuh rasa lapar untuk mulai mencari makanan. Kita butuh azan untuk segera menunaikan salat. Kita butuh aturan agar segala hal berjalan dengan kenyamanan. Kita butuh agama supaya hidup damai sentausa.
Yap, kita butuh penanda sebagai dasar melakukan sesuatu. Dalam ilmu bahasa pun sudah disebutkan bahwa segalanya berawal dari simbol, tanda.
Di dunia jahit menjahit, saya bertemu dengan si warna warni kapur jahit. Sebagaimana guna kapur pada umumnya, kapur jahit pun berguna sebagai penanda. Memberikan garis batasan dalam menjahit atau menggunting kain.
Setelah pola ditempelkan pada kain, butuh dilebihkan 1,5 cm sebelum kain digunting. Lebihan itu untuk jahitan. Di sanalah kapur jahit biasa berperan. Sekilas, perannya memang terlampau kecil. Tak diberi kapur pun tak masalah, masih bisa dikira-kira.
Namun, seperti hal kecil pada persoalan lain, tanpa kapur atau alat penanda lainnya, penjahit bisa dibuat galau setengah mati. Ini serius ^^
Ini dia penampakan kapur jahit, lucu, yah. Harganya sekitar 3.500-an di toko alat-alat jahit :)
NB: gambar diambil dari Google
Blog ini adalah kombinasi dua hal yang paling saya senangi: menjahit dan menulis. Berisi berbagai informasi seputar dunia menjahit sekaligus curahan perasaan selama berkutat di dunia jarum dan benang ini :)
Sabtu, 27 Februari 2016
Jumat, 26 Februari 2016
Jarum: Ujungnya Tajam, Pangkalnya Berlubang
Seperti anak-anak, saya senang bermain tebak-tebakan. Salah satu tebakan kesukaan saya jika sedang bermain bersama teman-teman di Tegal adalah
"Pucuke lancip, bongkote bolong, diwalik mod. Apa?"
"Ujungnya lancip, pangkalnya berlubang, dibalik mod (lembut), apa?"
Jawabannya adalah DOM atau jarum. Seperti yang kita tahu, jarum itu berujung lancip dan pangkalnya berlubang. Tebakan ini tidak bisa diberikan dalam bahasa Indonesia karena berdasarkan susunan katanya DOM (jarum dalam bahasa Tegal) kalau dibalik jadi MOD hehehe.
Anyway, setelah belajar menjahit saya jadi tahu kalau ternyata ada lho, jarum yang gak seperti definisi di atas. Yap, jarum mesin jahit!
Jarum mesin jahit itu berbeda dengan jarum tangan yang biasa kita pakai. Jarum mesin jahit memiliki ujung lancip sekaligus berlubang, jadi lubang benang ya di ujung yang lancip itu, Bloggy. Lucu, ya ;)
Oh ya, ini gambar jarum jahit tangan biasa...
Kalau yang ini gambar jarum jahit mesin
Note: gambar diambil dari mesin pencari Google
"Pucuke lancip, bongkote bolong, diwalik mod. Apa?"
"Ujungnya lancip, pangkalnya berlubang, dibalik mod (lembut), apa?"
Jawabannya adalah DOM atau jarum. Seperti yang kita tahu, jarum itu berujung lancip dan pangkalnya berlubang. Tebakan ini tidak bisa diberikan dalam bahasa Indonesia karena berdasarkan susunan katanya DOM (jarum dalam bahasa Tegal) kalau dibalik jadi MOD hehehe.
Anyway, setelah belajar menjahit saya jadi tahu kalau ternyata ada lho, jarum yang gak seperti definisi di atas. Yap, jarum mesin jahit!
Jarum mesin jahit itu berbeda dengan jarum tangan yang biasa kita pakai. Jarum mesin jahit memiliki ujung lancip sekaligus berlubang, jadi lubang benang ya di ujung yang lancip itu, Bloggy. Lucu, ya ;)
Oh ya, ini gambar jarum jahit tangan biasa...
Kalau yang ini gambar jarum jahit mesin
Note: gambar diambil dari mesin pencari Google
Jumat, 19 Februari 2016
Jahitan Pertamaku
Semua proses
alhamdulillah dapat saya lalui dengan baik. Akan tetapi, ketika blus sudah
selesai dijahit—tinggal dicoba—ternyata ukurannya sempit di badan, hanya ngepas
saja, tidak longgar. Huhuhu.
Saya pun berpikir keras,
apa yang salah, ya? Saya sudah mengikuti instruksi dengan baik kok. Ketika diskusi
dengan instruktur pun, tidak ada masalah dalam prosesnya. Hm, hm, hm. Akhirnya,
saya menyempitkan bagian kancing—yang seharusnya dilipat 4 cm, saya hanya lipat
2 cm—sehingga blus pertama pun bisa dipakai.
Belakangan, setelah
praktik beberapa kali, saya baru menyadari kesalahan saya. Ternyata, saya salah
dalam memotong bahan! Meskipun ukuran dalam pola sudah dilebihkan untuk
kancing, saat memotong bahan ternyata perlu dilebihkan lagi. Huah! Sekarang saya
jadi lebih saksama dalam memperhatikan instrukur! Sama hati-hati memotong, cek
cek cek! Yeah.
Tahu, gak, Bloggy. Menemukan
kesalahan itu rasanya bahagia sekali!
Kamis, 18 Februari 2016
Menjahit = Belajar Kehidupan
Jika dikaitkan dengan
kehidupan, menjahit dan segala kerumitan prosesnya memberi saya banyak sekali
pelajaran. Menjahit pakaian, dari mulai pengukuran sampai pakaian siap dipakai,
bukanlah proses yang sebentar. Setiap detail dari tahapan-tahapannya saling
memengaruhi. Artinya, jika salah di tahap satu, jelas tahap selanjutnya tidak
akan sempurna. Berikut ini beberapa pelajaran dalam menjahit yang cukup “menampar”
diri saya
Pertama, Membuat Pola
Hal pertama yang
dilakukan seorang penjahit setelah mengukur adalah membuat pola pakaian. Pola yang
baik akan menghasilkan baju yang baik. Pola bisa dikatakan sebagai bagian vital
sebelum jahit menjahit mulai dilakukan. Tanpa pola, tidak akan ada baju yang
diharapkan. Dalam hidup, pola ibarat rancangan dan rencana yang disiapkan
dengan matang. Sementara saya termasuk orang yang kurang senang membuat rencana
(hahahay). Dari menjahit, saya belajar bahwa segala hal memang harus
dipersiapkan, dipersiapkan. Paling tidak, pola dasarnya. Yap, setiap ukuran
perlu dibuat pola dasar terlebih dahulu. Dari pola dasar inilah pola dapat
dikembangkan menjadi kemeja, blus, gamis, bahkan gaun pesta. Intinya, pola atau
rencana itu penting!
Menyepelekan Ukuran
Tanpa bermaksud mengutip
slogan sebuah rokok yang berbunyi “ukuran itu penting”, dalam menjahit hal itu
memang sangat dibenarkan. Untuk membuat pola, penjahit perlu menerapkan rumus
untuk membentuk pinggang, panggul, atau kerah. Rumusnya memang tak serumit
logaritma, namun cukup mengerutkan dahi. Misalnya, untuk menentukan panjang
bagian pinggang pada pola bagian depan digunakan rumus x lingkar pinggang + 3 (jika akan diberi
kupnot) + 1. Kadang, jika ukuran yang didapat tidak bisa dibagi empat, penjahit
suka mengurangi atau melebihi agar memudahkan perhitungan. Melebihi boleh, mengurangi
sebaiknya jangan deh ya hehe. Hal serupa berlaku ketika memotong bahan, ukuran
yang disepelekan seringkali berubah menjadi masalah besar ketika sudah memasuki
proses menjahit. Dari sini saya belajar untuk tidak menyepelekan hal-hal kecil
dalam hidup!
Kurang
Rapi Sedikit Gak Papa Lah Ya!
Tingkat kerapian
menjahit saya berbanding lurus dengan suasana hati alias mood. Kalau mood-nya
baik, insya Allah jahitannya bagus dan cepat selesai. Tapi kalau lagi “kumat”,
mending gak usah deket-deket mesin, deh. Hehehe. Menjahit sangat diperlukan
perfeksionisitas, jika terbiasa “mengampuni” ketidakrapian selamanya kita tidak
akan pernah bisa belajar. Begitu kira-kira yang disampaikan instruktur di
tempat kursus. Meski mengiyakan, saya masih sering alpa dari kesempurnaan. Kadang,
karena lelah, saya memutuskan untuk puas dengan jahitan yang ala kadarnya. Alasannya,
untuk dipake sendiri ini, buruk sekali! Tapi segala hal memang butuh
proses, termasuk untuk meningkatkan awas diri dan memperketat asas “mengampuni”
diri sendiri.
Mendedel,
Mengurai Keadaan
Hal paling menyebalkan
dalam menjahit adalah mendedel. Apa itu mendedel? Mendedel adalah proses
mengurai kembali benang yang telah dijahit karena kesalahan. Simpelnya,
mendedel itu seperti menghapus apa yang telah kita tulis. Namun, mendedel
menjadi begitu menyesakkan ketika telah melalui serangkaian tahapan menjahit
yang tersadar salah dan harus didedel dari awal. Mendedel artinya siap
mengulangi “perjuangan” sekali lagi padahal mendedelnya sendiri juga sudah
termasuk perjuangan. Hati-hati dan teliti menjadi kunci agar tidak berhadapan
dengan pendedel (alat yang dipakai untuk mendedel). Sedihnya, dua kata itu,
hati-hati dan teliti, merupakan kata-kata yang tidak terlalu dekat dengan hidup
saya. Well, saya belajar keras dalam hal ini. Semenjak kursus, saya
sepertinya sedikit demi sedikit mulai memerhatikan hal-hal kecil dan mendetail
di kehidupan saya.
Pada intinya, kita bisa belajar dari setiap keadaan di sekitar kita. Belajar itu menyenangkan, tetapi lebih menyenangkan jika kita bisa membagikan ilmu kita. Semoga dengan belajar menjahit, saya bisa menjadi pribadi yang lebih baik, ya, Bloggy (entah dari mana korelasinya) :))
Kursus Menjahit
Hai, Bloggy. Sejak sebulan yang lalu, saya punya aktivitas baru lho. Yaps,
kursus menjahit! Hihihi. Kayaknya sudah saatnya saya memenuhi keinginan
ibu yang pengen punya penerus di bidang jahit menjahit. Tahu gak, sih,
ibu saya sudah menyiapkan mesin jahit buat saya sejak saya SD lho.
“Ini buat kamu kalau udah nikah nanti.” begitu katanya. Ya kali, pikir saya waktu itu.
Sejak kecil saya sudah dekat dengan mesin jahit. Ibu sengaja melepas jarum di mesin agar saya bisa bermain genjitan mesin dengan aman. Setelah saya bosan, ibu mulai memberi tantangan.
“Coba, sekarang kamu genjot tapi biar rodanya muter ke depan terus.” sebelumnya roda mesin berputar ke depan belalkang,, bolak-balik sesuka hati saya.
Setelah piawai mengendalikan laju roda supaya ke depan terus. Ibu memasang jarum di skoci lalu membolehkan saya menjahit kertas. Waktu itu, masih belum pakai benang. Jadi, dulu saya gemar sekali menjahit kertas, nanti kertasnya dipakai buat mainan tiket-tiketan. Kan bekas jahitan berupa lubang-lubang jarum yang membentuk garis bisa dengan mudah disobek. Seperti batas sobek di sini yang tertera di tiket-tiket lho. Kekeke.
Waktu SMP saya sudah dibolehkan menjahit menggunakan benang. Tapi, saya masih belum boleh memakai kain, jadi masih menjahit di atas kertas. So, semua buku tulis dan LKS saya jahitin bagian tengahnya. Jadi gak ada deh buku yang streplesnya pada lepas, semua aman karena jahitan.
Kemampuan menjahit saya berkembang setahap demi setahap. Sekarang saya alhamdulillah sudah bisa menjahit kain, tapi ya hanya sekadarnya saja.
Dulu, ibu pengen banget kursus menjahit. Pengen bisa bikin baju sendiri katanya, tapi ibu gak punya uang buat biaya kursus. Sekalinya dapat kesempatan belajar di teman yang bisa menjahit, temannya keburu menikah dan ikut suaminya ke luar pulau.
Jadi, sampai sekarang ibu belum berani motong kain. Takut salah, katanya. Tapi kalau menjahit ibu jago. Makanya, beliau seneng banget gitu waktu saya menuturkan keinginan untuk kursus menjahit. Lagian, saya kurang sibuk selama di Tegal kekeke (gaya banget dah).
Yippy, akhirnya hari ini pun tiba. Saya belajar menggambar pola. Dari pola blus dasar, rok, celana kulot, lengan, sampai kebaya. Yap, kebaya! Siapa tahu nanti bisa bikin kebaya sendiri kan buat lamaran, wkwkwk. Jadi semangat gitu belajarnya hahaha. Emang, ada yang mau ngelamar? #plak! Wkwkwk.
Oh, ya, ternyata menjahit itu super duper njelimet. Saya masih berkutat di gambar pola ya, belum motong kain. Belum masuk mesin! Untuk membuat pola ada banyak rumus yang perlu dipahami biar jahitannya rapi dan sreg di badan. Saya kembali belajar Matematika setelah sekian lama tak memedulikannya. Diperlukan imajinasi tingkat tinggi juga buat memahami setiap garis lurus dan lekuk yang ada di sana.
“Ini buat kamu kalau udah nikah nanti.” begitu katanya. Ya kali, pikir saya waktu itu.
Sejak kecil saya sudah dekat dengan mesin jahit. Ibu sengaja melepas jarum di mesin agar saya bisa bermain genjitan mesin dengan aman. Setelah saya bosan, ibu mulai memberi tantangan.
“Coba, sekarang kamu genjot tapi biar rodanya muter ke depan terus.” sebelumnya roda mesin berputar ke depan belalkang,, bolak-balik sesuka hati saya.
Setelah piawai mengendalikan laju roda supaya ke depan terus. Ibu memasang jarum di skoci lalu membolehkan saya menjahit kertas. Waktu itu, masih belum pakai benang. Jadi, dulu saya gemar sekali menjahit kertas, nanti kertasnya dipakai buat mainan tiket-tiketan. Kan bekas jahitan berupa lubang-lubang jarum yang membentuk garis bisa dengan mudah disobek. Seperti batas sobek di sini yang tertera di tiket-tiket lho. Kekeke.
Waktu SMP saya sudah dibolehkan menjahit menggunakan benang. Tapi, saya masih belum boleh memakai kain, jadi masih menjahit di atas kertas. So, semua buku tulis dan LKS saya jahitin bagian tengahnya. Jadi gak ada deh buku yang streplesnya pada lepas, semua aman karena jahitan.
Kemampuan menjahit saya berkembang setahap demi setahap. Sekarang saya alhamdulillah sudah bisa menjahit kain, tapi ya hanya sekadarnya saja.
Dulu, ibu pengen banget kursus menjahit. Pengen bisa bikin baju sendiri katanya, tapi ibu gak punya uang buat biaya kursus. Sekalinya dapat kesempatan belajar di teman yang bisa menjahit, temannya keburu menikah dan ikut suaminya ke luar pulau.
Jadi, sampai sekarang ibu belum berani motong kain. Takut salah, katanya. Tapi kalau menjahit ibu jago. Makanya, beliau seneng banget gitu waktu saya menuturkan keinginan untuk kursus menjahit. Lagian, saya kurang sibuk selama di Tegal kekeke (gaya banget dah).
Yippy, akhirnya hari ini pun tiba. Saya belajar menggambar pola. Dari pola blus dasar, rok, celana kulot, lengan, sampai kebaya. Yap, kebaya! Siapa tahu nanti bisa bikin kebaya sendiri kan buat lamaran, wkwkwk. Jadi semangat gitu belajarnya hahaha. Emang, ada yang mau ngelamar? #plak! Wkwkwk.
Oh, ya, ternyata menjahit itu super duper njelimet. Saya masih berkutat di gambar pola ya, belum motong kain. Belum masuk mesin! Untuk membuat pola ada banyak rumus yang perlu dipahami biar jahitannya rapi dan sreg di badan. Saya kembali belajar Matematika setelah sekian lama tak memedulikannya. Diperlukan imajinasi tingkat tinggi juga buat memahami setiap garis lurus dan lekuk yang ada di sana.
Kenalan
Hallo, Bloggy! Kaget ya, kenapa saya bisa tiba-tiba nongol di sini? Yippy, ini adalah blog khusus yang saya buat untuk merangkai kisah saya di dunia perjahitan. Jangan lupa follow, ya!
Oh, ya, Bloggy adalah sebutan untuk pembaca blog saya sebelumnya. Buat yang baru kenal sama blog ini, siap-siap saya panggil Bloggy juga ya. Kalian juga bisa lihat-lihat tulisan alay saya (kalau minat) di indyrasuci.wordpress.com. Saya juga suka mendongeng, tapi cuma sebatas hobi aja. Tulisan-tulisan dongeng saya bisa dilihat di sini dongengkaksuci.blogspot.com hihihi. Tapi, kalau mau tahu cerita dan informasi seputar jahit menjahit ya di sini saja.
Kenalan singkat aja nih, ya. Saya Suci Indyra, seorang perempuan yang dari dulu pengen banget punya buku sendiri tapi gak kesampean-kesampean, wkwkwk. Kayaknya, sih, ka
rena saya kurang fokus. Kurang ilmu juga. Huft, mohon doanya aja deh ya.
Sekarang sedang mencoba peruntungan di bidang lain hahaha. No, no, menjahit emang hobi saya dari dulu kok. Menjahit dan menulis sama-sama mengasyikkan bagi saya. Hm, bagaimana kalau saya bikin buku tentang menjahit saja? Hahaha.
Oke, balik lagi ke perkenalan ya. Saya lahir di Kota Tegal, sekolah dari SD sampai SMA di sini dan kuliah Sastra Indonesia di UI. Selesai kuliah, balik lagi ke kampung halaman tercintaaaa. Okeedeeh, segitu saja ya kenalannya. Selamat menikmati hari, Bloggy!
Oh, ya, Bloggy adalah sebutan untuk pembaca blog saya sebelumnya. Buat yang baru kenal sama blog ini, siap-siap saya panggil Bloggy juga ya. Kalian juga bisa lihat-lihat tulisan alay saya (kalau minat) di indyrasuci.wordpress.com. Saya juga suka mendongeng, tapi cuma sebatas hobi aja. Tulisan-tulisan dongeng saya bisa dilihat di sini dongengkaksuci.blogspot.com hihihi. Tapi, kalau mau tahu cerita dan informasi seputar jahit menjahit ya di sini saja.
Kenalan singkat aja nih, ya. Saya Suci Indyra, seorang perempuan yang dari dulu pengen banget punya buku sendiri tapi gak kesampean-kesampean, wkwkwk. Kayaknya, sih, ka
rena saya kurang fokus. Kurang ilmu juga. Huft, mohon doanya aja deh ya.
Sekarang sedang mencoba peruntungan di bidang lain hahaha. No, no, menjahit emang hobi saya dari dulu kok. Menjahit dan menulis sama-sama mengasyikkan bagi saya. Hm, bagaimana kalau saya bikin buku tentang menjahit saja? Hahaha.
Oke, balik lagi ke perkenalan ya. Saya lahir di Kota Tegal, sekolah dari SD sampai SMA di sini dan kuliah Sastra Indonesia di UI. Selesai kuliah, balik lagi ke kampung halaman tercintaaaa. Okeedeeh, segitu saja ya kenalannya. Selamat menikmati hari, Bloggy!